Senin, 13 April 2020

Teknik Pembenihan Ikan Gurame

LATAR BELAKANG
Ikan gurame (Indonesian  Giant Goramy, Osphronemus goramy, Lac.) merupakan salah satu ikan asli perairan Indonesia. Ikan ini berasal dari kepulauan Sumatera, Jawa dan Kalimantan sedangkan penyebarannya sudah meliputi Asia Tenggara, India, Cina, Madagaskar, Mauritius, Seychelles, Australia, Srilanka, Suriname, Guyana, Martinique dan Haiti. 
Ikan ini sudah lama dibudidayakan secara komersial sehingga pada beberapa daerah sudah terbentuk kawasan pengembangan budidayanya. Daerah kawasan pengembangan budidaya, antara lain: Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya, Ciamis, Garut), Jawa Tengah (Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga), DI Yogyakarta (Kulonprogo, Bantul, Sleman), Jawa Timur (Tulung Agung, Blitar, Lumajang), Sumatera Barat dan Riau.
Sejalan dengan pengembangan kawasan usaha budidaya gurame yang semakin luas, maka  kebutuhan induk dan benih juga semakin meningkat Untuk memenuhi kebutuhan yang makin meningkat diperlukan pasokan benih dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik.  Di sisi lain, teknik pendederan secara tradisional hanya mampu menghasilkan tingkat kelangsungan hidup ukuran larva sekitar 75%.  Sehingga diperlukan adanya perbaikan teknik pembenihan ikan gurame agar kesinambungan produksi dan kualitasnya dapat dipenuhi.

CIRI-CIRI JANTAN DAN BETINA

Ciri khas perbedaan paling mencolok antara induk jantan dengan induk betina adalah benjolan di bagian kepala (dahi), bibir bawah tebal dan memerah pada saat birahi dan tidak memiliki warna hitam pada ketiak sirip dada serta bila bagian perut diurut ke arah genital dapat mengeluarkan cairan sperma berwarna putih. Sedangkan pada ikan betina memiliki ciri-ciri sebaliknya.
Ikan jantan yang siap menjadi induk memiliki ciri-ciri: panjang standar 30-35 cm, berumur 24-30 bulan dan bobot 1,5-2 kg. Sedangkan induk betina memiliki ciri-ciri: panjang standar 30-35 cm, berumur 30-36 bulan dan bobot 2-2,5 kg. Dalam pemijahan sebaiknya digunakan
induk yang sudah mencapai berat sekitar 3 kg (betina) dan 4-5 kg (jantan). 
Induk dapat dipelihara pada kolam tembok/tanah baik secara masal maupun berpasangan dengan perbandingan jantan : betina = 1 : 4.  Pakan yang diberikan berupa pelet terapung (kadar protein > 28%) sebanyak 2% biomass/hari dan daun sente/talas sebanyak 5% bobot biomass/hari.
PEMIJAHAN

Pemijahan dilakukan secara alami di kolam pemeliharaan induk. Kolam induk diberi tempat dan bahan sarang. Tempat sarang berupa keranjang sampah plastik bulat diameter 20-25 cm atau tempat lain yang serupa dan ditempatkan pada kedalaman 10-15 cm dibawah permukaan air.  Bahan sarang berupa sabut kelapa, ijuk atau bahan lain yang dapat dibuat sarang yang ditempatkan di permukaan air sekitar tempat sarang. Ikan yang sudah siap memijah membuat sarang untuk menampung telur.
 Pengecekan telur dilakukan setiap pagi pada setiap sarang yang sudah dibuat induk ikan dengan cara menusuk sarang atau dengan menggoyangkannya.  Bila keluar telur atau minyak maka pemijahan sudah terjadi dan sarang berisi telur.
Sarang yang berisi telur dikeluarkan dari tempat sarang secara perlahan untuk dipindahkan ke dalam waskom plastik yang telah diisi air kolam induk. Secara perlahan sarang dibuka sampai telur keluar dan mengapung di permukaan air.  Telur-telur tersebut diambil dengan menggunakan sendok untuk dipindahkan ke dalam wadah penetasan berupa corong dari fiber glass atau akuarium yang sudah diisi dengan air bersih.
PENETASAN TELUR DAN PEMELIHARAAN LARVA
Kepadatan telur selama proses penetasan adalah 4-5 butir/cm2 dengan pemberian aerasi kecil.  Telur menetas dalam selang waktu 24-48 jam tergantung suhu media penetasan.  Sebaiknya suhu dipertahankan pada kisaran 29-30 oC untuk meningkatkan derajat penetasan telur.
 Larva dapat dipindahkan ke wadah yang lebih besar setelah berumur 7-9 hari untuk pemeliharaan selanjutnya.  Pemberian pakan dimulai setelah larva dipindahkan.  Pakan yang diberikan berupa cacing rambut (Tubifex sp.), Daphnia sp., Moina sp., atau pakan alami lainnya yang sesuai ukurannya.
 PEMELIHARAAN BENIH
Benih gurame dapat dipelihara di akuarium, bak kayu yang dilapisi plastik, bak tembok atau ditebar langsung ke kolam pendederan.  Pemeliharaan benih pada wadah terkontrol harus dilengkapi dengan aerasi untuk suplai oksigen dan terhindar dari kontak langsung dengan hujan.
Pakan awal berupa cacing rambut, Daphnia sp., Moina sp., atau sumber protein hewani lainnya.  Bahanbahan nabati dapat mulai diberikan setelah larva berumur 36-40 hari. Sedangkan pakan buatan (pelet) dapat diberikan setelah berumur 80 hari. Ukuran pelet disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. 
Lama pemeliharaan dan benih yang dihasilkan antara lain: benih berumur 40 hari dapat mencapai ukuran 1-2 cm (setara ukuran kuku). Benih berumur 80 hari dapat mencapai ukuran 2-4 cm (setara ukuran jempol). Benih berumur 120 hari dapat mencapai ukuran 4-6 cm (setara ukuran silet). Dan benih berumur 160 hari dapat mencapai ukuran 6-8 cm (setara ukuran korek di masyarakat).
PENANGANAN KUALITAS AIR &  PENYAKIT 
Dalam pemeliharaan benih gurame diperlukan kualitas air yang relatif stabil terutama suhu yaitu 28-29 oC. Fluktuasi suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kondisi kesehatan ikan terganggu dan mudah terserang penyakit. Indikasi yang terlihat diantaranya nafsu makan berkurang, ikan berkumpul di permukaan dan ekor berwarna hitam. Organisme penyakit yang biasanya terdeteksi antara lain: Trichodina sp., Ichthyopthirius sp., Aeromonas sp., dll.
Pengobatan ikan yang terserang penyakit harus disesuaikan dengan organisme penye babnya. Beberapa bahan yang dapat di gunakan dalam pengobatan benih gurame melalui perendaman selama 24 jam antara lain: garam (1000 ppm) atau formalin (25 ppm)


Sumber : Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (2011)

Tidak ada komentar:

Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.) dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini menteri Kelautan dan  Perikanan mengeluarkan peraturan baru untuk pengelolaan lobster ...