Kamis, 30 Agustus 2018

KKP Tetapkan Tiga Jalur Penangkapan Ikan





Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan pengaturan mengenai jalur penangkapan ikan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Peraturan yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada tanggal 30 Desember 2016 dibuat untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.
Peraturan Menteri tersebut mengatur beberapa hal, satu diantaranya adalah mengenai jalur penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yang terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan I, Jalur Penangkapan Ikan II, dan Jalur Penangkapan Ikan III.
Jalur Penangkapan Ikan I terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan IA, meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah, dan Jalur Penangkapan Ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut.
Sementara Jalur Penangkapan Ikan II, meliputi perairan di luar Jalur Penangkapan Ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.
Sedangkan Jalur Penangkapan Ikan III, meliputi Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) dan perairan di luar Jalur Penangkapan Ikan II.
Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 
dinyatakan tidak berlaku.

sumber : http://news.kkp.go.id/index.php/kkp-tetapkan-tiga-jalur-penangkapan-ikan/

Kamis, 23 Agustus 2018

PELAYANAN PUBLIK YANG DILAKSANAKAN DI DINAS PERIKANAN KABUPATEN KOTABARU




JENIS PELAYANAN
PERSYARATAN
BUKTI PENCATATAN KAPAL PERIKANAN 1 – 10 GT
1.       FOTOCOPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KARTU KUSUKA
3.       SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN KAPAL DIKETAHUI OLEH PENYULUH PERIKANAN
4.       FOTO UNTUK KESELURUHAN KAPAL TAMPAK SAMPING YANG DIBERI NAMA DISAMPING BAGIAN KAPAL
5.       PERPANJANGAN (BUKTI KEPEMILIKAN KAPAL TERDAHULU)
TANDA PENCATATAN USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN (TPUPI) BUDIDAYA AIR PAYAU, TAWAR DAN KERAMBA
1.       MENGISI SURAT PERNYATAAN
2.       FOTO COPY KTP
3.       FOTOCOPY SURAT TANDA KEPEMILIKAN TANAH (1 LEMBAR)
4.       MATERAI 6000 (1 LEMBAR)
KARTU KUSUKA (NELAYAN, PEMBUDIDAYA, PENGOLAH DAN PENGUMPUL)
1.       FOTO COPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU KELUARGA
3.       FOTO COPY BUKTI PENCATATAN KAPAL (BAGI YANG MEMILIKI KAPAL)
4.       SURAT KETERANGAN PROFESI SEBAGAI NELAYAN DARI KEPALA DESA
5.       SURAT KETERANGAN DOMISILI (APABILA ALAMAT DI KTP TIDAK SESUAI DAERAH YANG DITEMPATI)
6.       FOTOCOPY NPWP (JIKA ADA)
7.       FOTOCOPY SURAT TANDA PENCATATAN PEMBUDIDAYA  IKAN (BAGI PEMBUDIDAYA)
ASURANSI NELAYAN MANDIRI
1.       FOTO COPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KUSUKA
3.       FOTO COPY KARTU KELUARGA
4.       USIA MAX 65 TAHUN
5.       BAGI YANG MEMILIKI KAPAL MELAMPIRKAN FOTO COPY BUKTI PENCATATAN KAPAL
PERMOHONAN SUBSIDI BBM BAGI NELAYAN
1.       MENGISI FORMULIR PENDAFTARAN (YANG DIKETAHUI OLEH PENYULUH PERIKANAN SETEMPAT)
2.       FOTO COPY KTP
3.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KARTU KUSUKA
4.       FOTO COPY BUKTI PENCATATAN KAPAL (UNTUK KAPAL DIBAWAH 10 GT)
5.       FOTO COPY SIPI / SIKPI UNTUK KAPAL DIATAS 10 GT
6.       FOTO COPY SIUP UNTUK KAPAL DI ATAS 10 GT
7.       FOTO KAPAL 3 R
8.       FOTO  PEMOHON UKURAN 4 X6 (1 LEMBAR)
PERMOHONAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH BAGI NELAYAN (SEHAT)
1.       FOTO COPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KARTU KUSUKA
3.       FOTO COPY KARTU KELUARGA
4.       FOTO COPY SEGEL PEMILIK
5.       TANAH HAK MILIK TIDAK MASUK DAERAH CAGAR ALAM

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Kotabaru

Penyusun :
ARIF HAKIM SA`ADI, S.Pi
PENYULUH PERIKANAN PERTAMA
KEC. PULAU LAUT KEPULAUAN
(DESA TELUK ARU, TELUK KEMUNING, P. KERASIAN, P. KERUMPUTAN)

Rabu, 22 Agustus 2018

Penggunangan dan Pemanfaatan Rumpon Sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan



Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan semakin banyak digunakan oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan) maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan. Hal tersebut dikarenakan rumpon memberikan manfaat yang cukup nyata dalam upaya peningkatan hasil tangkapan ikan. Disamping itu rumpon juga dapat membantu dalam penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat tangkap ikan, baik alat tangkap ikan yang aktif (seperti purse seine) maupun alat tangkap pasif (pancing, dan lain lain).
Dengan semakin meningkat dan berkembangnya pemasangan dan pemanfaatan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan, maka untuk menghindari kerusakan pola ruaya (migrasi) ikan, serta melindungi  kelestarian sumber daya ikan, maka Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor : KEP.30/MEN/2004 tanggal 24 Juli 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Disamping itu penjelasan tentang rumpon juga tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan, Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, khususnya Bab IV Pasal 18, 19 dan 20.

Beberapa hal pokok yang dapat dijelaskan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon tersebut adalah sebagaimana uraian berikut.

Beberapa Pengertian

1.      Alat bantu penangkapan ikan terdiri dari rumpon dan lampu.
2.      Rumpon adalah alat bantu pengumpul ikan yang berupa benda atau struktur yang dirancang atau dibuat dari bahan alami atau buatan yang ditempatkan secara tetap atau sementara pada perairan laut.
3.      Rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul.
4.      Lampu merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan pemikat/atraktor berupa lampu atau cahaya yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Lampu tersebut terdiri dari lampu listrik dan lampu non listrik.
5.      Izin Pemasangan Rumpon adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh setiap orang atau perusahaan perikanan untuk memasang rumpon, sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan dan/atau produksi perikanan.

Jenis-jenis rumpon
Rumpon terdiri dari rumpon hanyut dan rumpon menetap.
1). Rumpon hanyut adalah rumpon yang ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus.
2). Rumpon menetap, adalah rumpon yang ditempatkan secara menetap dengan menggunakan jangkar dan/atau pemberat, yang terdiri dari :
      (1). Rumpon permukaan, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor yang ditempatkan di kolom permukaan perairan untuk mengumpulkan ikan pelagis.
      (2). Rumpon dasar, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor yang ditempatkan di dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal.

Wilayah Pemasangan Rumpon dan Perizinannya

Rumpon dapat dipasang diwilayah :
1). Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah ;
2). Perairan diatas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah ;
3). Perairan diatas 12 mil laut dari Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Pemasangan rumpon tersebut baik oleh perorangan maupun perusahaan berbadan hukum  wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Pengajuan izin tersebut ditujukan kepada :
a.       Bupati/Walikota atau Pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut ;
b.      Gubernur atau Pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan diatas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut ;
c.       Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) atau Pejabat yang ditunjuk, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan diatas 12 mil laut dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia ;

Permohonan Pemasangan Rumpon

1). Permohonan pemasangan rumpon kepada Bupati/Walikota  atau Pejabat yang ditunjuk yang bertanggung jawab di bidang perikanan, wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon.

2). Permohonan pemasangan rumpon kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk yang bertanggung jawab di bidang perikanan, wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Foto copy NPWP, bagi perusahaan perikanan ;
d. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon, dan
- rencana pemanfaatan.
3). Permohonan pemasangan rumpon kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Foto copy NPWP, bagi perusahaan perikanan ;
d. Gambar rancang bangun ;
e. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon, dan
- rencana pemanfaatan.

Pemberlakuan perizinan dan lainnya
-          Izin pemasangan rumpon tersebut berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang oleh pemberi izin untuk jangka waktu yang sama. Rumpon yang tidak dimanfaatkan lagi atau izinnya tidak diperpanjang, pemilik rumpon wajib membongkar dan mengangkat rumpon tersebut.
-          Instansi pemerintah, lembaga penelitian, dan/atau perguruan tinggi yang akan memasang rumpon wajib memberitahukan pemasangan rumpon kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap), Gubernur atau, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
-          Pemberian izin pemasangan rumpon wajib mempertimbangkan daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya serta aspek sosial budaya masyarakat setempat.

Syarat Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon

Pemasangan rumpon yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan perikanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       tidak mengganggu alur pelayaran ;
b.      jarak antara rumpon yang satu dengan rumpon yang lain tidak kurang dari 10 mil laut ;
c.       tidak dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zig-zag).

Selanjutnya tentang pemanfaatan rumpon diatur sebagai berikut :
-          Pemanfaatan rumpon hanya boleh dilakukan oleh perusahaan perikanan ;
-          Pemanfaatan rumpon yang bukan miliknya hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan pemilik rumpon ;
-          Rumpon yang dipasang oleh instansi pemerintah, lembaga penelitian dan/atau perguruan tinggi hanya boleh dimanfaatkan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ;
-          Nelayan yang memanfaatkan rumpon yang dipasang oleh pemerintah atau lembaga lain non pemerintah wajib membongkar apabila tidak dimanfaatkan lagi.

Pelaporan, Pembinaan, Pengawasan, dan Sanksi
-          Untuk pengendalian pengelolaan sumberdaya perikanan, Gubernur, Bupati/Walikota wajib menyampaikan laporan jumlah, lokasi rumpon, dan izin pemasangan rumpon yang diterbitkan, kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) ;
-          Orang atau perusahaan perikanan yang memperoleh izin pemasangan rumpon wajib menyampaikan laporan pemanfaatan rumpon setiap 6 (enam) ulan sekali kepada pemberi izin ;
-          Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota melakukan pembinaan kepada pemilik rumpon sesuai dengan kewenangannya di wilayah masing-masing baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri ;
-          Pengawasan atas ketentuan-ketentuan tentang rumpon dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan (dalam hal ini adalah Dirjen Pengendalian Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) ;
-          Pemasangan rumpon yang tidak sesuai dengan ketentuan dikenakan sanksi pembongkaran rumpon ;
-          Selain sanksi pembongkaran rumpon, perusahaan perikanan yang memanfaatkan rumpon dan tidak menyampaikan laporan pemanfaatan juga dikenai sanksi administratif, yaitu : pembekuan Izin Usaha Perikanan (IUP) atau Pencabutan Surat Penangkapan Ikan (SPI).

Dengan memahami berbagai ketentuan tentang rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan, diharapkan pelaku utama dan pelaku usaha, baik perorangan atau perusahaan, akan lebih cermat dan bijaksana dalam pemasangan rumpon. Sehingga rumpon yang dipasang dapat memberikan hasil yang optimal bagi pelakunya, dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya pelaku utama penangkapan ikan (nelayan), maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan. Disamping itu semoga kelestarian sumberdaya perikanan tetap terjaga dengan baik. Semoga.

Referensi :
1.      Keputusan Menteri Nomor : KEP.30/MEN/2004 tanggal 24 Juli 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon.
2.      Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan, Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Sumber :
Ir. Pranoto, M. Si (BPPP Tegal)

Pengoperasian Alat Tangkap Pancing Tonda

Menurut (Subani dan Barus ,1989), alat tangkap pancing Tonda dalam pengoperasianya dibantu dengan menggunakan kapal bermotor. Kapal berfungsi untuk menarik pancing dan membawa hasil tangkapan. Biasanya tiap kapal membawa lebih dari dua buah pancing sekaligus.
Pancing Tonda (Troling Line) pada dasarnya merupakan alat tangkap berbentuk pancing yang diberi tali panjang dan ditarik olah perahu atau kapal. Pada Kail Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu. Karena adanya tarikan maka umpan akan bergerak di dalam air sehingga dapat merangsang ikan buas untuk menyambarnya.


Pancing Tonda (Troling Line) adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik olah perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu. Karena adanya tarikan maka umpan akan bergerak di dalam air sehingga dapat merangsang ikan buas untuk menyambarnya (Sudirman dan Malawa, 2004 ).
Dipasaran terdapat banyak variasi dari Pancing Tonda, terutama untuk pada penggemar sport fishing. Biasanya untuk keperluan komersial hanya bagian desainnya saja yang banyak variasinya. Pengoperasian Pancing Tonda memerlukan perahu/kapal yang selalu bergerak di depan gerombolan ikan yang akan ditangkap. Biasanya pancing ditarik dengan kecepatan 2 - 6 knot tergantung dari jenisnya 
Menurut (Afnan ,2010), pancing tonda terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu:
1. Tali pancing yang terbuat dari polyamide monofilament no.60 dengan panjang 50 – 100 meter.
2. Mata pancing bisa tunggal atau ganda tetapi ada juga yang menggunakan mata pancing 3 buah yang diikat menjadi satu memakai simpul double sheet band yang berfungsi untuk menjerat ikan.
3. Pennggulung tali dari bahan plastik dan kayu waru.
4. Kili – kili (swivel) yang dipakai agar tali tidak terbelit. Parameter pancing Tonda adalah banyaknya mata pancing yang digunakan.

Klasifikasi pancing tonda.
Menurut FAO (Food Agicultural Organization) pancing tonda masuk dalam klasifikasi “HOOKS AND LINES”. Lalu menurut Statistik Perikanan Indonesia dan Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Pancing Tonda masuk dalam klasifikasi alat tangkap jenis “Pancing” (Sudirman dan Malawa, 2004). 
Kail, Pancing, Tonda, Alat tangkap
Konstruksi Alat pancing tonda .
Menurut ( Afnan ,2010 ), pancing Tonda terdiri dari beberapa bagian penting, Yaitu:
1. Tali pancing yang terbuat dari polyamide monofilament no.60 dengan panjang 50 – 100 meter.
2. Mata pancing bisa tunggal atau ganda tetapi ada juga yang menggunakan mata pancing 3 buah yang diikat menjadi satu memakai simpul double sheet band yang berfungsi untuk menjerat ikan.
3. Penngulung tali dari bahan plastik dan kayu waru.
4. Kili – kili (swivel) yang dipakai agar tali tidak terbelit. Parameter pancing Tonda adalah banyaknya mata pancing yang digunakan.


Metode Pengoperasian Alat pancing tonda
Pengoprasian pancing tonda diawali dengan tahap persiapan. Tahap persiapan terbagi atas dua hal, yaitu persiapan di darat seperti pengisian dan pengecekan alat tangkap dan pengecekan alat bantu penangkapan. Sedangkan untuk persiapan di laut, hal yang harus diperhatikan adalah pengaturan tali pancing adalah gulungn tali pada posisi yang telah ditentukan agar tali pancing tidak mudah terbelit.
Pengoperasian pancing tonda dimulai dari pagi hari sampai sore hari antara pukul 15.00-17.00. Proses penangkapan diawali dengan scouting pencarian gerakan ikan sebagai tanda bahwa lokasi tersebut terdapat banyak ikan. Setelah itu pancing tonda mulai melakukan pemasangan alat tangkap (setting) dengan mengulur agar tangkap perlahan-lahan ke perairan dan mengikat ujung tali pada salah satu ujung kanan atau kiri perahu dengan jarak tertentu dan kecepatan perahu dinaikkan sekitar 1-2 knot. Setelah setting selesai dilakukan, kecepatan peahu dinaikkan sampai 4 knot dan perahu dijalankan ke arah kumpulan ikan.  Umpan yag berada di sisi kanan dan kiri perahu akan bergerak-gerak seperti ikan mangsa. Saat ikan memakan umpan, laju perahu dipercepat agar ikan yang memakan umpan tersangkut pada kail. Ikan yang tersangkut tersebut kemudian diangkat dan kecepatan perahu mulai diturunkan untuk melakukan setting kembali pada kail yang telah dimakan ikan. Proses tersebut berlangsung secara terus-menerus sampai hasil tangkapan yang didapat dirasa sudah cukup banyak untuk dibawa kedarat.
Jumlah nelayan yang diperlukan untuk pengoperasian alat tangkap ini tergantung dari besar kecilnya kapal atau perahu yang digunakan. Untuk perahu berukuran kecil biasanya digunakan tenaga nelayan sebanyak 4-6 orang dengan satu orang sebagai nahkoda yang merangkap menjadi fishing master, satu orang menjadi juru mesin, 2-4 orang ABK (Anak Buah Kapal) yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing tonda sekaligus (Gunarso, 1989).

Hasil Tangkapan pancing tonda.
Hasil tangkapan utama pancing tarik adalah ikan tongkol (Auxis sp.), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan tenggiri (Scomberomorus spp.), Pari (Dahsyatis sp.), cucut botol (carcharinus sp.), madidihang (Thunnus albacora), tuna mata besar (Thunnus obsesus), tunas sirip biru(Thunnus maccoyii), ikan pedang (Xipias gladias), setuhuk hitam (Makaira indica), setuhuk putih (Makaira masara) (Gunarso, 1989 ).

Sumber : www.alamikan.com

Rabu, 08 Agustus 2018

Ketahuilah cara mengolah ikan dan Mengidentifikasi Ikan Segar


Produk perikanan masyarakat pesisir merupakan sumber penghasilan utama bagi para nelayan. Produk  perikanan termasuk produk yang memiliki sifat sangat mudah rusak/busuk. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi dan pH tubuh yang mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun organisme lain. Dengan adanya Pengolahan produk ikan, nelayan dapat mengawetkan produk perikanan. Pengolahan produk perikanan bertujuan untuk menghambat atau menghentikan zat-zat (reaksi enzim) dan pertumbuhan mikroorganisme (mahluk hidup ) yang dapat menimbulkan proses pembusukan pada ikan.


Teknik Pengolahan ikan
  • Pengawetan ikan secara tradisional dapat dilakukan dengan cara pengeringan, pengasapan, penggaraman dan fermentasi.
  • Pengawetan ikan secara modern meliputi pendinginan, pembekuan, pengalengan.
  • Pada umumnya pengolahan ikan di Indonesia masih relatif tradisional, artinya pengolahan yang dilakukan belum banyak menerapkan informasi dari luar yang lebih modern, masih mengikuti generasi yang mewarisinya.
Tujuan pengolahan Ikan
  • Mempertahankan mutu dan kesegaran dari ikan 
  • Menghambat atau menghentikan penyebab terjadinya proses kemunduran mutu, agar ikan tetap segar sampai pada konsumen. 


Pengolahan ikan, dilakukan dengan tujuan untuk menghambat atau menghentikan zat-zat (reaksi enzim) dan pertumbuhan mikroorganisme (mahluk hidup ) yang dapat menimbulkan proses pembusukan pada ikan.
Dasar pengawetan secara umum adalah : Untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk dan Menghancurkan organisme pembusuk

Pengolahan tradisional memanfaatkan hasil tangkapan nelayan + 50 % , tetapi jarang menghasilkan produk dengan kualitas baik. sehingga perlu dilakukan evaluasi atau pemberian informasi tentang teknik pengolahan ikan yang lebih baik. berikut ciri - ciri usaha pengolahan tradisional di masyarakat pesisir :
a. Usahanya bersifat rumah tangga
b. Lokasi umumnya dekat dengan sumber bahan baku (daerah pesisir )
c. Skala usaha rata-rata kecil
d. Pengetahuan pengolahan rendah
e. Ketrampilan yang diperoleh secara turun temurun
f. Modal usaha kecil
g. Peralatan yang digunakan sederhana
h. Sanitasi dan higienis kurang diperhatikan.

Ciri dan cara mengidentifikasi Ikan Segar

1. Mata Cerah, bening, cembung, menonjol
2. Insang Merah, berbau segar, tertutup lender bening
3. Warna Terang , tertutup lender bening
4. Bau Segar, seperti bau laut (bau khas ikan)
5. Daging Putih, padat/kenyal, bila ditekan tidak meninggalkan bekas
6. Sisik Menempel kuat pada kulit
7. Dinding perut Utuh, elastic
8. Keadaan Tenggelam di air

Sumber :
http://www.alamikan.com/2012/10/teknik-pengolahan-ikan.html

Rabu, 01 Agustus 2018

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA



image
CBIB - Cara Budidaya Ikan yang Baik
Pendahuluan
Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan diharapkan aman untuk dikonsumsi sesuai persyaratan yang dibutuhkan pasar sebagai konsekuensi dari kebutuhan pasar global, produk perikanan budidaya harus mempunyai daya saing, baik dalam mutu produk maupun efisiensi dalam produksi. Hal tersebut akan berpengaruh positif dalam upaya meningkatkan ekspor dan menekan impor serta pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya dapat meningkatkan devisa dan pendapatan masyarakat.
Peningkatan mutu produk perikanan budidaya lebih diarahkan untuk memberikan jaminan keamanan pangan (food safety) mulai bahan baku hingga produk akhir hasil budidaya yang bebas dari bahan cemaran seperti sesuai persyaratan pasar.
Cara budidaya Ikan Yang Baik (CBIB) adalah penerapan cara memelihara dan atau membersarkan ikan serta mamanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol sehingga memberikan jaminan pangan dari pembudidayaan dengan memperhatikan sanitasi, pakan obat ikan dan bahan kimia serta bahan biologi.
Dalam menerapkan CBIB, pembudidaya perlu memahami ketentuan yang dipersyaratkan sehingga dapat juga melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan usaha budidaya dengan menggunakan checklist CBIB.
Dokumen yang harus dimiliki dan diterapkan oleh suatu unit usaha budidaya dalam menerapkan CBIB adalah
1) SPO (Standar Prosedur Operasional), yang merupakan prosedur yang harus dipedomani dalam melakukan kegiatan usaha budidaya.
2) Catatan / rekaman sebagai bukti tertulis bahwa kegiatan usaha budidaya yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur SPO.
Untuk menjamin bahwa penerapan CBIB telah memenuhi persyaratan, maka perlu dilakukan Sertifikasi terhadap unit usaha budidaya yang bersangkutan.
Dengan cara penilaian yang obyektif dan transparan, sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan baik produsen maupun konsumen dan pada gilirannya akan meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya.
Persyaratan penilaian kesesuaian meliputi :
1. Lokasi
2. Suplai air
3. Tata letak dan desain
4. Kebersihan fasilitas dan perlengkapan
5. Persiapan wadah budidaya
6. Pengelolaan air
7. Benih
8. Pakan
9. Penggunaan bahan kimia, bahan biologi dan obat ikan
10. Penggunaan es dan air
11. Panen
12. Penanganan hasil
13. Pengangkutan
14. Pembuangan limbah
15. Pencatatan
16. Tindakan perbaikan
17. Pelatihan
18. Kebersihan Personil

1. Lokasi
Unit usaha budidaya berada pada lingkungan yang sesuai dimana resiko keamanan pangan dari bahan kimiawi, biologis dan fisik diminimalisir.

2. Suplai Air
Unit usaha budidaya mempunyai sumber air yang baik dan air pasok terhindar dari sumber polusi.

3. Tata Letak dan Desain
(1). Area usaha budidaya hanya digunakan untuk pembudidayaan ikan
(2). Unit usaha budidaya mempunyai desain dan tata letak yang dapat mencegah kontaminasi silang
(3). Toilet, septic tank, gudang dan fasilitas lainnya terpisah dan tidak berpotensi mengkontaminasi produk budidaya
(4). Unit usaha budidaya memiliki fasilitas pembangunan limbah cair ataupun padat yang ditempatkan di area yang sesuai
(5). Wadah budidaya seperti karamba dan jaring didesain dan dibangun agar menjamin kerusakan fisik ikan yang minimal selama pemeliharaan dan panen

4. Kebersihan Fasilitas dan Perlengkapan
(1). Unit usaha budidaya dan lingkungan dijaga kondisi kebersihan dan higienis
(2). Dilakukan tindakan pencegahan terhadap binatang dan hama yang menyebabkan kontaminasi
(3). BBM, bahan kimia (desinfektan, pupuk, reagen), pakan dan obat ikan disimpan dalam tempat yang terpisah dan aman
(4). Wadah, perlengkapan dan fasilitas budidaya dibuat dari bahan yang tidak menyebabkan kontaminasi
(5). Fasilitas dan perlengkapan dijaga dalam kondisi higienis dan dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan serta (bila perlu) didesinfeksi dengan desinfektan yang diizinkan

5. Persiapan Wadah Budidaya
(1) Wadah budidaya dipersiapkan dengan baik sebelum penebaran benih
(2) Dalam persiapan wadah dan air, hanya menggunakan pupuk, probiotik dan bahan kimia yang direkomendasikan.

6. Pengelolaan Air
(1). Dilakukan upaya filterisasi air atau pengendapan serta menjamin kualitas air yang sesuai untuk ikan yang dibudidayakan
(2). Monitor kualitas air sumber secara rutin untuk menjamin kualitas air yang sesuai untuk ikan yang dibudidayakan

7. Benih
Benih yang ditebar dalam kondisi sehat dan berasal dari unit pembenihan bersertifikat (memiliki sertifikat CPIB) dan tidak mengandung penyakit berbahaya maupun obat ikan.

8. Pakan
(1). Pakan ikan yang digunakan memiliki nomor pendaftaran / sertifikat yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal atau surat jaminan dari institusi yang berkompeten
(2). Pakan ikan disimpan dengan baik dalam ruangan yang kering dan sejuk untuk menjaga kualitas serta digunakan sebelum tanggal kadaluarsa
(3). Pakan tidak dicampur bahan tambahan seperti antibiotik, obat ikan, bahan kimia lainnya atau hormon yang dilarang dan bahan tambahan yang digunakan harus terdaftar pada DJPB.
(4). Pakan buatan sendiri harus dibuat dari bahan yang direkomendasikan oleh DJPB dan tidak dicampur dengan bahan-bahan terlarang (antibiotik,
pestisida, logam berat.
(5). Pemberian pakan dilakukan dalam efisiensi sesuai dengan dosis yang direkomendasikan
(6). Pakan berlabel / memiliki informasi yang mencantumkan komposisi, tanggal kadaluarsa, dosis dan cara pemberian dengan jelas dalam bahasa Indonesia

9. Penggunaan Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Obat Ikan
(1). Hanya menggunakan obat ikan, bahan kimia dan biologis yang diijinkan (dengan nomor registrasi dari DJPB).
(2). Penggunaan Obat ikan yang diijinkan sesuai petunjuk dan pengawasan (obat keras harus digunakan dibawah pengawasan petugas yang berkompeten).
(3). Obat ikan, bahan kimia dan biologis disimpan dengan baik sesuai spesifikasi.
(4). Penggunaan obat ikan, bahan kimia dan biologis sesuai instruksi dan ketentuan / petunjuk pada label
(5). Dilakukan test untuk mendeteksi residu obat ikan dan bahan kimia dengan hasil dibawah ambang batas
(6). Obat ikan, bahan kimia dan bahan biologis yang digunakan mempunyai label yang menjelaskan: dosis dan aturan pemakaian, tanggal kadaluarsa
dan masa henti obat yang ditulis dalam bahasa Indonesia

10. Penggunaan Es dan Air
(1) Air bersih digunakan dan tersedia dalam jumlah yang cukup untuk panen, penanganan hasil dan pembersihan
(2) Es hanya berasal dari pemasok yang disetujui dan menggunakan air minum / air bersih
(3) Es diterima dalam kondisi saniter
(4) Es ditangani dan disimpan dalam kondisi higienis

11. Panen
(1) Perlengkapan dan peralatan mudah dibersihkan dan dijaga dalam kondisi bersih dan higienis
(2) Panen dipersiapkan dengan baik untuk menghindari pengaruh temperatur yang tinggi pada ikan
(3) Pada saat panen dilakukan upaya untuk menghindari terjadinya penurunan mutu dan kontaminasi ikan
(4) Penanganan ikan dilakukan secara higienis dan efisien sehingga tidak menimbulkan kerusakan fisik.

12. Penanganan Hasil
(1) Peralatan dan perlengkapan untuk penanganan hasil mudah dibersihkan dan didisinfeksi (bila perlu) serta selalu dijaga dalam keadaan bersih.
(2) Ikan mati segera didinginkan dan diupayakan suhunya mendekati 0°C di seluruh bagian
(3). Proses penanganan seperti pemilihan, penimbangan, pencucian, pembiasaan, dll dilakukan dengan cepat dan higienis tanpa merusak produk
(4) Berdasarkan persyaratan yang berlaku, bahan tambahan & kimia yang dilarang tidak digunakan pada ikan, yang diangkut dalam kondisi mati
atau hidup
13. Pengangkutan
(1). Peralatan dan fasilitas pengangkutan yang digunakan mudah dibersihkan dan selalu terjaga kebersihannya (boks, wadah, dll)
(2). Pengangkutan dalam kondisi higienis untuk menghindari kontaminasi sekitar (seperti udara, tanah, air, oli, bahan kimia, dll) dan kontaminasi silang.
(3). Suhu produk selama pengangkutan mendekati suhu cair es (0°C) pada seluruh bagian produk
(4). Ikan hidup ditangani dan dijaga dalam kondisi yang tidak menyebabkan kerusakan fisik atau kontaminasi

14. Pembuangan Limbah
Limbah (cair, padat dan berbahaya) dikelola (dikumpulkan dan dibuang) dengan cara yang higienis dan saniter untuk mencegah kontaminasi

15. Pencatatan
(1). Dilakukan rekaman pada jenis dan asal pakan (pakan pabrikan) serta bahan baku pada ikan (untuk pakan buatan sendiri)
(2). Penyimpanan rekaman penggunaan obat ikan, bahan kimia dan bahan biologi atau perlakuan lain selama masa pemeliharaan
(3). Penyimpanan rekaman kualitas air (air sumber, air pasok, air pemeliharaan dan limbah cair) sesuai kebutuhan (lihat poin 6)
(4). Penyimpanan rekaman kejadian penyakit yang mungkin berdampak pada keamanan pangan produk perikanan
(5). Rekaman panen disimpan dengan baik
(6). Catatan / rekaman pengangkutan ikan disimpan dengan baik

16. Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan (atas bahaya keamanan pangan) dilakukan sebagai kegiatan yang rutin dan terkendali. Tindakan perbaikan dilakukan dengan tepat dan segera sesuai masalah yang ditemukan.

17. Pelatihan
Pemilik unit usaha atau pekerja sadar dan terlatih (pelatihan, seminar, workshop, sosialisasi, dsb) dalam mencegah dan mengendalikan bahaya keamanan pangan dalam perikanan budidaya.

18. Kebersihan Personil
Pekerja yang menangani ikan dalam kondisi sehat

Sumber:
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Direktorat Produksi
(2010)

Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.) dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini menteri Kelautan dan  Perikanan mengeluarkan peraturan baru untuk pengelolaan lobster ...