Senin, 24 September 2018

Resep dan Cara Membuat Pempek Palembang

Siapa yang tak kenal dengan sajian nikmat pempek? Ya, makanan khas yang berasal dari Palembang ini begitu dicintai. Kriuk garing, cita rasa ikan dan kuah cuka yang menggoda membuat hidangan pempek selalu terasa istimewa.
Nah, agar anda tak perlu lagi pergi jauh-jauh ke Palembang atau ke pedagang pempek, saat hasrat menikmati pempek menghampiri anda. Maka kini anda bisa membuatnya sendiri dirumah. Dengan resep serta cara membuat yang akan kami jelaskan kali ini, dijamin hidangan pempek yang akan anda sajikan akan memiliki cita rasa yang begitu istimewa dan lezat tentunya.
Penasaran seperti apa resep dan cara membuat pempek palembang dengan resep kali ini? yuk,, kita simak langsung resepnya. Inilah Dia Resep dan Cara Membuat Pempek Palembang.

Bahan-Bahan yang Diperlukan Untuk Membuat Pempek Palembang

  • 500 gr tepung sagu
  • 250 gr tepung terigu
  • 500 gr ikan tenggiri
  • Garam secukupnya
  • 3 butir telur rebus
  • Minyak goreng secukupnya

Bahan Untuk Membuat Kuah Cuka

  • 600 ml air matang
  • 100 gr gula jawa
  • 100 gr cabai rawit, dihaluskan
  • 2 sendok makan cuka
  • 100 gr bawang putih
  • Garam secukupnya

Cara Membuat Pempek Palembang

Resep dan Cara Membuat Pempek Palembang
  1. Pertama masukan tepung terigu dan air matang pada sebuah panci yang sudah dipersiapkan kemudian aduk-aduk hingga merata dengan menggunakan sendok sayur, setelah merata keseluruhan, barulah nyalakan api pada kompor dan aduk-aduk.
  2. Aduk-aduk adonan terigu diatas api kecil hingga mengental kemudian setelah mengental tuang dan campurkan tepung sagu dan aduk-aduk hingga merata.
  3. Masukan ikan tenggiri yang sudah dihaluskan kemudian buat adonan aduk hingga merata hingga kalis.
  4. Setelah kalis bentuk adonan sesuai dengan selera, sementara untuk membuat pempek dengan isian telur, anda bisa memasukan telur yang sudah direbus, kedalam isian pempek kemudian tutupi dengan adonan.
  5. Rebus adonan pempek pada air mendidih dan tunggu hingga adonan yang direbus menjadi mengapung dipermukaan, itu artinya adonannya siap diangkat. Angkat adonan kemudian tiriskan dan sisihkan sejenak. 
  6. Sementara itu kita akan buat adonan kuah cukanya. Caranya, rebus air dengan gula jawa pada panci, tunggu hingga gula menjadi larut dalam air
  7. Kemudian berikan garam secukupnya dan masukan cabai yang telah dihaluskan kemudian aduk-aduk hingga tercampur rata, masukan pula bawang putih yang telah dihaluskan aduk hingga merata. Kemudian masak hingga mendidih.
  8. Goreng rebusan pempek pada minyak panas, hingga garing dan matang. Angkat dan sajikan dengan kuah cuka. Selain itu, anda juga bisa menghidangkannya bersama dengan pelengkap mie dan timun.

sumber :
https://bisikan.com/resep-dan-cara-membuat-pempek-palembang
 

Proses Cara Pembuatan Ikan Asin

Proses pembuatan ikan asin yang akan saya jabarkan disini merupakan pembuatan secara tradisional, dimana ada beberapa proses diantaranya:
1. Pembersihan
2. Pemotongan
3. Pengasinan
4. Penjemuran
5. Pengemasan
Prosedur Cara Pembuatan Ikan Asin Lebih jelasnya dapat kita ketahui dengan cara dibawah ini:

Pembersihan Ikan


Pembersihan ikan disini sangatlah penting, dimulai dengan pengelupasan kulit pada ikan supaya saat pengasinan dapat mudah masuk ke dalam daging. Kemudian pembersihan bagian dalam perut ikan, ini sangat penting karena jika tidak dibuang akan mempercepat kebusukan dan pastinya tidak ada yang mau dengan isi perut ikan.

Pemotongan Ikan

Pemotongan ikan harus dilakukan dengan hati-hati, pastikan semua potongan anda bagus dan rapi. cara memotong yang baik adalah melakukan pembelahan mulai dari kepala hingga ekor, jangan sampai terpotong atau terpisah menjadi dua. Karena ikan akan terasa lebih besar dan ketebalan daging ikan lebih tipis sehingga lebih bagus dalam proses pengasinan. Setelah dipotong jangan lupa untuk membersihkannya kembali.

Pengasinan Ikan

Ikan yang telah dipotong menjadi lebar dan dibersihkan perlua dilakukan proses pengasinan. Ini betujuan untuk pengawetan alami, dan membuat ikan tersebut berasa asin tentunya. Pada proses pengasinan berikut ini anda dapat melakukannya dengan cara membuat kandungna air dan garam dengan persentase 50% air bersih tawar dan 50% garam. Selanjutnya untuk proses perndaman dilakukan 1-1/2 hari tergantung keinginan seberapa tingkat keasinan ikan tersebut. Agar lebih menghemat wadah, bisa dilakukan pengepresan dengan batu bersih agar ikan dapat tenggelam.

Pengasinan ikan sebenarnya ada 2 jenis yaitu basah dan kering, yang diata adalah cara untuk pengasinan basah. Sedangkan untuk pengasinan kering adalah, Ikan yang telah bersih dan dibelah lalu dijemur sambil diolesi garam kering merata di seluruh bagian tubuh ikan tersebut.


Penjemuran Ikan Asin

Proses penjemuran ini merupakan tahapan yang sangat penting, jika proses penjemuran gagal maka ikan yang telah diasinkan tidak dapat kering secara maksimal dan hasilnyapun akan jelek. Buat wadah /tempat penjemuran bisa dibuat dari bahan kayu / anyaman bambu. Keringkan 1 per 1 jangan ditumpuk, berilah jarak yang cukup agar sekeliling daging ikan dapat terkena sinar matahari dengan baik dan rata. Sesekali ikan yang dijemur haruslah dibalik untuk mendapatkan kering yang merata disemua sisinya.

Pengemasan / Pembungkusan Ikan Asin

Ini adalah proses terakhir dari pembuatan ikan asain. Dalam pengemasan sebaiknya dilakukan secara sehat dan rapi. Dalam artian ikan asih ditempatkan yang steril dari sampah, saat pembungkusan di plastik pastikan plasitik itu bersih / baru, rapatkan plastik secara benar-benar rapat agar menghindari angin masuk. Jika ingin membuat bungkus yang baik pakailah alat penyedot udara agar dalam plastik benar-benar bersih dari udara.

Jangan lupa untuk memberi merek supaya produk yang telah anda buat dikenal di masyarakat. Jika sudah banyak yang tertarik jangan lupa untuk melegalkan merek produk anda supaya memiliki standar kualitas yang sama baiknya.

Faktor Kegagalan Pembuatan Ikan Asin

1. Kadar garam
Kadar garam untuk pembuatan ikan asin harus tepat jangan terlalu rendah atau terlalu tinggi, agar rasa dan kualitasnya terjamin enak.
2. Ketebalan daging ikan
Ketebalan ini juga sangat berpengaruh untuk pembuatan ikan asin, semakin tebal daging maka kemungkinan dalam dagingnya membusuk / garam tidak meresap sampai pori-pori terdalam. Sedangakan jika terlalu tipis juga tidak dapat dirasakan daging ikannya

Sumber : http://www.cintalaut.com/2013/11/proses-cara-pembuatan-ikan-asin.html

Senin, 03 September 2018

konstruksi dan metode Pengoperasian Bagan Tancap

Kontruksi Bagan Tancap
Bagan terdiri dari komponen-komponen penting, yaitu: jaring bagan, rumah bagan (anjang-anjang, kadang tanpa anjang-anjang), serok dan lampu. Jaring bagan umumnya berukuran 9 x 9 m, # 0,5 – 1 cm, bahan dari benang katun atau nilon atau kadang menggunakan bahan dari jaring karuna. Jaring tersebut diikatkan pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu, tapi kadang juga tanpa diberi bingkai (bagan perahu). Rumah bagan (anjang-anjang) terbuat dari bambu atau kayu yang berukuran bagian bawah 10 x 10 m, sedang bagian atas berukuran 9,5 x 9,5 m (itu untuk tipe bagan tancap). Pada bagian atas rumah bagan (baca, plataran bagan) terdapat alat penggulung (roller) yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring bagan pada waktu penangkapan. Penangkapan dengan bagan hanya dilakukan pada malam hari (light fishing) terutama pada hari gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Subani dan Barus, 1989).
Bagian-bagian bagan menurut (BBPPI, 2018) adalah sebagai berikut:
  1. Jaring : bahan dari waring berbentuk bujur sangkar.
  2. Bingkai (rangka) : bingkai (rangka) terbuat dari bambu atau bahan lainnya berbentuk bujur sangkar yang berfungsi untuk menggantungkan jaring.
  3. Tali penarik jaring : tali yang terbuat dari Polyetheline (PE) atau bahan lainnya yang berfungsi untuk menaikturunkan jaring bagan.
  4. Pemberat : bahan yang mempunyai daya tenggelam dipasang pada bingkai dan bagian tengah jaring, berfungsi untuk menenggelamkan jaring.
  5. Lampu : alat penerangan berupa lampu tekan minyak atau lampu penerangan lainnya berfungsi sebagai alat pengumpul ikan.


Metode pengoperasian bagan tancap biasanya dilakukan pada malam hari, dimana cara pengoperasiannya memanfaatkan sifat ikan yaitu fototaksis positif (peka terhadap rangsang cahaya). Dengan menggunakan cahaya sinar petromak yang sengaja di pasang pada bagan tancap, dapat merangsang ikan untuk mendekati arah cahaya tersebut. Sehingga nelayan dapat memperoleh ikan dengan memanfaatkan sifat ikan tersebut. Namun sekarang para nelayan bagan sudah menggunakan lampu genset yang menggunakan bahan bakar bensin sehingga biaya operasionalnya lebih murah, tetapi jika rusak mengeluarkan biaya yang banyak karena butuh orang lain untuk memperbaikinya. Ikan yang tertarik pada cahaya umumnya menyukai cahaya terang dan tenang. Cahaya yang tidak tenang flickering light  akan menakutkan atau setidak-tidaknya akan mengganggu syaraf ikan. Tiap ikan dapat membedakan warna cahaya asalkan cahayanya cukup terang, tetapi bila cahaya yag digunakan sangat kuat berakibat ikan akan menjauhi cahaya menuju ke daerah yang penerangannya lebih rendah (Nuswantoro, 2008). 
Menurut (Nuswantoro, 2008), cara pengoperasian bagan tancap adalah sebagai berikut :
  1. Terlebih dahulu nelayan mempersiapkan perlengkapan yang akan di pergunakan dalam operasi penangkapan. Perlengkapan tersebut dapat berupa ; perbekalan pribadi nelayan, beberapa lampu pompa lengkap dengan cadangannya (kaos lampu, minyak tanah, serta korek api), kapal dan perlengkapan yang di butuhkan lainnya.
  2. Sebaiknya sebelum matahari terbenam, dengan mempergunakan perahu nelayan telah meninggalkan daratan untuk menuju ke bagan. Setelah tiba di bagan, nelayan menambatkan perahunya pada salah satu tiang bagan. kemudian nelayan dapat membawa seluruh perlengkapan yang diperlukan ke atas bagan.
  3. Setelah sampai diatas bagan, jaring bagan kemudian diturunkan kedalam air. Lalu menyalakan beberapa (3 – 4 buah) lampu pompa, dan menurunkan tali lampu pompa tersebut hingga mendekati permukaan air, jarak lampu dengan permukaan laut ± 0,5 - 3,5 m.
  4. Kemudian dilakukan ialah setting, yaitu penurunan jaring bagan ke dalam air. Lama setting pada tiap bagan berbeda-beda, tergantung pada kedalaman air pada tiap bagan tancap serta tenaga dan jumlah orang yang melakukan penurunan jaring tersebut. 
  5. Menurunkan tali lampu tekan petromak tersebut hingga mendekati permukaan air. Jarak peletakan lampu tekan petromak dengan permukaan laut tergantung pada keadaan gelombang dan angin. Peletakan lampu petromak pada bagan 2, 3, dan 4 berkisar 50 cm dari permukaan air. 
  6. Langkah selanjutnya yaitu immersing, yaitu perendaman jaring beberapa waktu sampai ikan-ikan berkumpul. Setiap berkala dilakukan pengamatan terhadap ikan-ikan yang berkumpul mendekati lampu dan masuk ke dalam jaring. Akan tetapi ketentuan waktu tersebut tidak mengikat karena tergantung Bapak nelayannya. Jaring bagan dapat segera diangkat, pada saat terdapat banyak ikan yang berada didalam jaring, atau pada saat ikan telah mendekat dan 
  7. Lampu petromak  atau jenset dinaikkan dari permukaan air setelah banyak ikan yang berkumpul.
  8. Hauling, yaitu pengangkatan jaring setelah banyak gerombolan ikan yang terkurung di jaring dengan menggunakan alat bantu penarik jaring (katrol) yang terbuat dari bambu dengan cara memutar batang penggiling atau katrol, kemudian jaring bagan secara perlahan-lahan naik ke atas sampai kerangka jaring bagannya terangkat seluruhnya. 
  9. Ikan-ikan yang tertangkap dalam jaring kemudian diambil dengan menggunakan alat “serok”  atau scop net untuk di pindahkan kedalam keranjang ikan yang telah dipersiapkan.
  10. Pengoperasian berikutnya dilakukan seperti tahapan di atas dengan selang waktu penangkapan berkisar 1 – 1,5 jam.


Sumber :
http://www.alamikan.com/2012/11/mengetahui-tentang-bagan-tancap.html

mengenal alat tangkap bagan tancap

Pengertian Bagan Tancap
Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di tanah air untuk menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenal oleh nelayan Bugis-Makassar sekitar tahun 1950-an.  Selanjutnya dalam waktu relatif singkat sudah dikenal di seluruh indonesia.  Bagan dalam perkembangannya  telah banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodifikasi sedekian rupa sehingga sehingga sesuai dengan daerah penangkapannya.  Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dikelompokkan ke dalam  jaring angkat (lift net), namun karena menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing (Subani dan Barus, 1989). 
Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk segi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh diatas perairan, dimana pada tengah bangunan tersebut dipasang jaring. Dengan kata lain alat tangkap ini sifatnya inmobile. Hal ini karena alat tersebut ditancapkan ke dasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal yang subtrat baik untuk pemasangan adalah lumpur campur pasir (Sudirman dan Achmar Mallawa, 2004) 
Menurut (Ayodhyoa,1981), unsur utama dari Bagan adalah penggunaan lampu. Lampu digunakan untuk menarik kumpulan ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif. Pada dasarnya susunan dari Bagan terdiri atas 2 bagian yaitu Rumah Bagan dan Daun Bagan. Daun Bagan ini terbuat dari waring plastik yang berbentuk seperti kantong besar yang keempat sisinya diikatkan pada bambu. Daun Bagan ini dapat dinaik-turunkan dengan menggunakan penggulung/roller (sistemnya seperti katrol) yang diletakkan dibagian atas Bagan atau disebut dengan plataran (flat form). Karena alat ini sifatnya pasif dan menunggu ikan-ikan kecil supaya mendekat dan berkumpul/bergerombol dibawah sinar cahaya lampu, maka penangkapan Daun Bagan tersebut menunggu sampai ikan yang berkumpul banyak. Setelah itu, barulah alat diangkat keatas secara vertikal sampai bingkai Daun Bagan hampir menempel pada langit-langit Rumah Bagan. Dengan cara-cara tersebut dapat diketahui bahwa alat Bagan adalah termasuk kedalam jenis Lift net.
Bagan tancap merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari batang bambu atau kayu yang dirakit membentuk persegi dan ditancapkan diperairan yang tidak terlalu dalam serta memiliki dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, yang mana ditengah-tengah bangunan tersebut diberi jaring persegi dan di tengah-tengah bangunan tersebut diberi lampu sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan (Subani dan Barus, 1989).

Bagan termasuk light fishing  yang menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik ikan untuk berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia. Ada beberapa jenis ikan dengan adanya cahaya akan tertarik dan berkumpul dan ada juga yang menjauhi cahaya dan menyebar (Ayodhyoa,1981).
Bagan tancap memiliki kedudukan yang tidak dapat dipindah-pindah dan sekali dipasang (ditanam) berlaku untuk selama musim penangkapan. Rumah bagan tancap ini berupa anjang-anjang berbentuk piramid terpancung, berukuran 10 x 10 m pada bagian bawah dan 9,5 x 9,5 m pada bagian atas. Bagian atas berupa plataran (flat form), dimana terdapat gulungan (roller) dan tempat nelayan melakukan kegiatan penangkapan. Ciri khas penangkapan dengan bagan ialah menggunakan lampu (light fishing). Lampu yang digunakan adalah petromaks (kerosene pressure lamp) berkekuatan antara 200 – 300 lilin, tergantung keadaan perairannya dan kemungkinan adanya pengaruh cahaya bulan. Pada hari-hari gelap bulan, lampu dipasang (dinyalakan) sejak matahari terbenam dan ditempatkan pada jarak ± 1 m di atas permukaan air. Jika telah banyak terkumpul kawanan ikan, kemudian dilakukan pengangkatan jaring dan begitu seterusnya diulang-ulang sampai mendapatkan hasil yang diharapkan (Subani dan Barus, 1989).
Biasanya bagan tancap hanya memiliki kedalaman hingga 15 m, sehingga kebanyakan ikan yang tertangkap adalah jenis ikan pelagis. Karena pada dasarnya ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang secara berkelompok mendekati permukaan perairan hingga kedalaman 200 m.  Ikan yang biasanya  tertangkap adalah ikan terbang, ikan selar, ikan kembung, ikan teri, ikan layur dan cumi-cumi (Subani dan Barus, 1989).



Klasifikasi Bagan Tancap
Bagan tancap merupakan perkembangan dari alat tangkap anco atau jodang, di mana letak perbedaannya adalah pada daerah penangkapannya. Anco atau jodang di operasikan di darat atau pinggir pantai, sedangkan bagan tancap di operasikan di laut. Bagan tancap termasuk ke dalam alat tangkap yang bersifat pasif  (Syahrudin, 1984).
Klasifikasi bagan menurut:
  1. Arimoto, 1997, mengklasifikasikan bagan tancap ke dalam liftnet dengan prinsip dasar pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan serta menaikkan ke dalam air.
  2. Ayodhyoa,1981 menggolongkan alat ini ke dalam “ mengajak atau menggiring “ lalu menyesatkan ke dalam alat tangkap
  3. Laevastu (1981) memasukkan bagan tancap ke dalam “ capture, then kill with trap and net “ (mengklasifikasikan alat ini berdasarkan pemakaian net sebagai jebakan)
  4. Mitsugi (1974)mengelompokkan bagan tancap bersama Hanco (anco), Yotsudo ami, Bouke ami (stick held dip net) ke dalam alat “menghamparkan alat” menunggu sampai ikan berada atau berkumpul di atasnya, untuk kemudian diangkat atau ditarik ke atas.
  5. A Von Brant (1984) dalam bukunya Fish Catching Methods of The World mengelompokkan bagan tancap termasuk dalam lift net. 

Ada dua jenis tipe bagan yang ada di Indonesia. Yang pertama adalah bagan tancap yaitu bagan yang ditancapkan secara tetap di perairan dengan kedalaman 5-10 meter, yang kedua adalah bagan apung, yaitu bagan yang dapat berpindah dari satu fishing ground ke fishing ground lainnya (Mulyono, 1999). Bagan terapung dapat diklasifikasikan lagi menjadi bagan dengan satu perahu, bagan dua perahu dan bagan rakit.
 
 sumber : 
http://www.alamikan.com/2012/11/mengetahui-tentang-bagan-tancap.html

Kamis, 30 Agustus 2018

KKP Tetapkan Tiga Jalur Penangkapan Ikan





Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan pengaturan mengenai jalur penangkapan ikan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Peraturan yang ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada tanggal 30 Desember 2016 dibuat untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal dan berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.
Peraturan Menteri tersebut mengatur beberapa hal, satu diantaranya adalah mengenai jalur penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), yang terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan I, Jalur Penangkapan Ikan II, dan Jalur Penangkapan Ikan III.
Jalur Penangkapan Ikan I terdiri dari Jalur Penangkapan Ikan IA, meliputi perairan pantai sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah, dan Jalur Penangkapan Ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil laut.
Sementara Jalur Penangkapan Ikan II, meliputi perairan di luar Jalur Penangkapan Ikan I sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.
Sedangkan Jalur Penangkapan Ikan III, meliputi Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) dan perairan di luar Jalur Penangkapan Ikan II.
Peraturan Menteri tersebut menyatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42/PERMEN-KP/2014 
dinyatakan tidak berlaku.

sumber : http://news.kkp.go.id/index.php/kkp-tetapkan-tiga-jalur-penangkapan-ikan/

Kamis, 23 Agustus 2018

PELAYANAN PUBLIK YANG DILAKSANAKAN DI DINAS PERIKANAN KABUPATEN KOTABARU




JENIS PELAYANAN
PERSYARATAN
BUKTI PENCATATAN KAPAL PERIKANAN 1 – 10 GT
1.       FOTOCOPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KARTU KUSUKA
3.       SURAT KETERANGAN KEPEMILIKAN KAPAL DIKETAHUI OLEH PENYULUH PERIKANAN
4.       FOTO UNTUK KESELURUHAN KAPAL TAMPAK SAMPING YANG DIBERI NAMA DISAMPING BAGIAN KAPAL
5.       PERPANJANGAN (BUKTI KEPEMILIKAN KAPAL TERDAHULU)
TANDA PENCATATAN USAHA PEMBUDIDAYAAN IKAN (TPUPI) BUDIDAYA AIR PAYAU, TAWAR DAN KERAMBA
1.       MENGISI SURAT PERNYATAAN
2.       FOTO COPY KTP
3.       FOTOCOPY SURAT TANDA KEPEMILIKAN TANAH (1 LEMBAR)
4.       MATERAI 6000 (1 LEMBAR)
KARTU KUSUKA (NELAYAN, PEMBUDIDAYA, PENGOLAH DAN PENGUMPUL)
1.       FOTO COPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU KELUARGA
3.       FOTO COPY BUKTI PENCATATAN KAPAL (BAGI YANG MEMILIKI KAPAL)
4.       SURAT KETERANGAN PROFESI SEBAGAI NELAYAN DARI KEPALA DESA
5.       SURAT KETERANGAN DOMISILI (APABILA ALAMAT DI KTP TIDAK SESUAI DAERAH YANG DITEMPATI)
6.       FOTOCOPY NPWP (JIKA ADA)
7.       FOTOCOPY SURAT TANDA PENCATATAN PEMBUDIDAYA  IKAN (BAGI PEMBUDIDAYA)
ASURANSI NELAYAN MANDIRI
1.       FOTO COPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KUSUKA
3.       FOTO COPY KARTU KELUARGA
4.       USIA MAX 65 TAHUN
5.       BAGI YANG MEMILIKI KAPAL MELAMPIRKAN FOTO COPY BUKTI PENCATATAN KAPAL
PERMOHONAN SUBSIDI BBM BAGI NELAYAN
1.       MENGISI FORMULIR PENDAFTARAN (YANG DIKETAHUI OLEH PENYULUH PERIKANAN SETEMPAT)
2.       FOTO COPY KTP
3.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KARTU KUSUKA
4.       FOTO COPY BUKTI PENCATATAN KAPAL (UNTUK KAPAL DIBAWAH 10 GT)
5.       FOTO COPY SIPI / SIKPI UNTUK KAPAL DIATAS 10 GT
6.       FOTO COPY SIUP UNTUK KAPAL DI ATAS 10 GT
7.       FOTO KAPAL 3 R
8.       FOTO  PEMOHON UKURAN 4 X6 (1 LEMBAR)
PERMOHONAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH BAGI NELAYAN (SEHAT)
1.       FOTO COPY KTP
2.       FOTO COPY KARTU NELAYAN / KARTU KUSUKA
3.       FOTO COPY KARTU KELUARGA
4.       FOTO COPY SEGEL PEMILIK
5.       TANAH HAK MILIK TIDAK MASUK DAERAH CAGAR ALAM

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Kotabaru

Penyusun :
ARIF HAKIM SA`ADI, S.Pi
PENYULUH PERIKANAN PERTAMA
KEC. PULAU LAUT KEPULAUAN
(DESA TELUK ARU, TELUK KEMUNING, P. KERASIAN, P. KERUMPUTAN)

Rabu, 22 Agustus 2018

Penggunangan dan Pemanfaatan Rumpon Sebagai Alat Bantu Penangkapan Ikan



Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan semakin banyak digunakan oleh para pelaku utama penangkapan ikan (nelayan) maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan. Hal tersebut dikarenakan rumpon memberikan manfaat yang cukup nyata dalam upaya peningkatan hasil tangkapan ikan. Disamping itu rumpon juga dapat membantu dalam penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai alat tangkap ikan, baik alat tangkap ikan yang aktif (seperti purse seine) maupun alat tangkap pasif (pancing, dan lain lain).
Dengan semakin meningkat dan berkembangnya pemasangan dan pemanfaatan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan, maka untuk menghindari kerusakan pola ruaya (migrasi) ikan, serta melindungi  kelestarian sumber daya ikan, maka Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor : KEP.30/MEN/2004 tanggal 24 Juli 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Disamping itu penjelasan tentang rumpon juga tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan, Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, khususnya Bab IV Pasal 18, 19 dan 20.

Beberapa hal pokok yang dapat dijelaskan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon tersebut adalah sebagaimana uraian berikut.

Beberapa Pengertian

1.      Alat bantu penangkapan ikan terdiri dari rumpon dan lampu.
2.      Rumpon adalah alat bantu pengumpul ikan yang berupa benda atau struktur yang dirancang atau dibuat dari bahan alami atau buatan yang ditempatkan secara tetap atau sementara pada perairan laut.
3.      Rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul.
4.      Lampu merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan pemikat/atraktor berupa lampu atau cahaya yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Lampu tersebut terdiri dari lampu listrik dan lampu non listrik.
5.      Izin Pemasangan Rumpon adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh setiap orang atau perusahaan perikanan untuk memasang rumpon, sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan dan/atau produksi perikanan.

Jenis-jenis rumpon
Rumpon terdiri dari rumpon hanyut dan rumpon menetap.
1). Rumpon hanyut adalah rumpon yang ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus.
2). Rumpon menetap, adalah rumpon yang ditempatkan secara menetap dengan menggunakan jangkar dan/atau pemberat, yang terdiri dari :
      (1). Rumpon permukaan, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor yang ditempatkan di kolom permukaan perairan untuk mengumpulkan ikan pelagis.
      (2). Rumpon dasar, merupakan rumpon menetap yang dilengkapi dengan atraktor yang ditempatkan di dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal.

Wilayah Pemasangan Rumpon dan Perizinannya

Rumpon dapat dipasang diwilayah :
1). Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah ;
2). Perairan diatas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah ;
3). Perairan diatas 12 mil laut dari Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Pemasangan rumpon tersebut baik oleh perorangan maupun perusahaan berbadan hukum  wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang. Pengajuan izin tersebut ditujukan kepada :
a.       Bupati/Walikota atau Pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut ;
b.      Gubernur atau Pejabat yang bertanggung jawab di bidang perikanan, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan diatas 4 mil laut sampai dengan 12 mil laut ;
c.       Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) atau Pejabat yang ditunjuk, untuk pemasangan rumpon di wilayah perairan diatas 12 mil laut dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia ;

Permohonan Pemasangan Rumpon

1). Permohonan pemasangan rumpon kepada Bupati/Walikota  atau Pejabat yang ditunjuk yang bertanggung jawab di bidang perikanan, wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon.

2). Permohonan pemasangan rumpon kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk yang bertanggung jawab di bidang perikanan, wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Foto copy NPWP, bagi perusahaan perikanan ;
d. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon, dan
- rencana pemanfaatan.
3). Permohonan pemasangan rumpon kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) wajib dilengkapi dengan persyaratan sekurang-kurangnya :
a. Foto copy KTP, bagi perorangan dan/atau penanggung jawab perusahaan ;
b. Foto copy IUP, bagi perusahaan perikanan ;
c. Foto copy NPWP, bagi perusahaan perikanan ;
d. Gambar rancang bangun ;
e. Rencana pemasangan, meliputi :
- waktu pemasangan,
- lokasi (koordinat) pemasangan,
- jumlah dan bahan rumpon, dan
- rencana pemanfaatan.

Pemberlakuan perizinan dan lainnya
-          Izin pemasangan rumpon tersebut berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang oleh pemberi izin untuk jangka waktu yang sama. Rumpon yang tidak dimanfaatkan lagi atau izinnya tidak diperpanjang, pemilik rumpon wajib membongkar dan mengangkat rumpon tersebut.
-          Instansi pemerintah, lembaga penelitian, dan/atau perguruan tinggi yang akan memasang rumpon wajib memberitahukan pemasangan rumpon kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap), Gubernur atau, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
-          Pemberian izin pemasangan rumpon wajib mempertimbangkan daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya serta aspek sosial budaya masyarakat setempat.

Syarat Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon

Pemasangan rumpon yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan perikanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       tidak mengganggu alur pelayaran ;
b.      jarak antara rumpon yang satu dengan rumpon yang lain tidak kurang dari 10 mil laut ;
c.       tidak dipasang dengan cara pemasangan yang mengakibatkan efek pagar (zig-zag).

Selanjutnya tentang pemanfaatan rumpon diatur sebagai berikut :
-          Pemanfaatan rumpon hanya boleh dilakukan oleh perusahaan perikanan ;
-          Pemanfaatan rumpon yang bukan miliknya hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan pemilik rumpon ;
-          Rumpon yang dipasang oleh instansi pemerintah, lembaga penelitian dan/atau perguruan tinggi hanya boleh dimanfaatkan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ;
-          Nelayan yang memanfaatkan rumpon yang dipasang oleh pemerintah atau lembaga lain non pemerintah wajib membongkar apabila tidak dimanfaatkan lagi.

Pelaporan, Pembinaan, Pengawasan, dan Sanksi
-          Untuk pengendalian pengelolaan sumberdaya perikanan, Gubernur, Bupati/Walikota wajib menyampaikan laporan jumlah, lokasi rumpon, dan izin pemasangan rumpon yang diterbitkan, kepada Direktur Jenderal (Perikanan Tangkap) ;
-          Orang atau perusahaan perikanan yang memperoleh izin pemasangan rumpon wajib menyampaikan laporan pemanfaatan rumpon setiap 6 (enam) ulan sekali kepada pemberi izin ;
-          Menteri, Gubernur, dan/atau Bupati/Walikota melakukan pembinaan kepada pemilik rumpon sesuai dengan kewenangannya di wilayah masing-masing baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri ;
-          Pengawasan atas ketentuan-ketentuan tentang rumpon dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan (dalam hal ini adalah Dirjen Pengendalian Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) ;
-          Pemasangan rumpon yang tidak sesuai dengan ketentuan dikenakan sanksi pembongkaran rumpon ;
-          Selain sanksi pembongkaran rumpon, perusahaan perikanan yang memanfaatkan rumpon dan tidak menyampaikan laporan pemanfaatan juga dikenai sanksi administratif, yaitu : pembekuan Izin Usaha Perikanan (IUP) atau Pencabutan Surat Penangkapan Ikan (SPI).

Dengan memahami berbagai ketentuan tentang rumpon sebagai alat bantu pengumpul ikan, diharapkan pelaku utama dan pelaku usaha, baik perorangan atau perusahaan, akan lebih cermat dan bijaksana dalam pemasangan rumpon. Sehingga rumpon yang dipasang dapat memberikan hasil yang optimal bagi pelakunya, dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya pelaku utama penangkapan ikan (nelayan), maupun pelaku usaha bidang penangkapan ikan. Disamping itu semoga kelestarian sumberdaya perikanan tetap terjaga dengan baik. Semoga.

Referensi :
1.      Keputusan Menteri Nomor : KEP.30/MEN/2004 tanggal 24 Juli 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon.
2.      Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan, Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Sumber :
Ir. Pranoto, M. Si (BPPP Tegal)

Pengoperasian Alat Tangkap Pancing Tonda

Menurut (Subani dan Barus ,1989), alat tangkap pancing Tonda dalam pengoperasianya dibantu dengan menggunakan kapal bermotor. Kapal berfungsi untuk menarik pancing dan membawa hasil tangkapan. Biasanya tiap kapal membawa lebih dari dua buah pancing sekaligus.
Pancing Tonda (Troling Line) pada dasarnya merupakan alat tangkap berbentuk pancing yang diberi tali panjang dan ditarik olah perahu atau kapal. Pada Kail Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu. Karena adanya tarikan maka umpan akan bergerak di dalam air sehingga dapat merangsang ikan buas untuk menyambarnya.


Pancing Tonda (Troling Line) adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik olah perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu. Karena adanya tarikan maka umpan akan bergerak di dalam air sehingga dapat merangsang ikan buas untuk menyambarnya (Sudirman dan Malawa, 2004 ).
Dipasaran terdapat banyak variasi dari Pancing Tonda, terutama untuk pada penggemar sport fishing. Biasanya untuk keperluan komersial hanya bagian desainnya saja yang banyak variasinya. Pengoperasian Pancing Tonda memerlukan perahu/kapal yang selalu bergerak di depan gerombolan ikan yang akan ditangkap. Biasanya pancing ditarik dengan kecepatan 2 - 6 knot tergantung dari jenisnya 
Menurut (Afnan ,2010), pancing tonda terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu:
1. Tali pancing yang terbuat dari polyamide monofilament no.60 dengan panjang 50 – 100 meter.
2. Mata pancing bisa tunggal atau ganda tetapi ada juga yang menggunakan mata pancing 3 buah yang diikat menjadi satu memakai simpul double sheet band yang berfungsi untuk menjerat ikan.
3. Pennggulung tali dari bahan plastik dan kayu waru.
4. Kili – kili (swivel) yang dipakai agar tali tidak terbelit. Parameter pancing Tonda adalah banyaknya mata pancing yang digunakan.

Klasifikasi pancing tonda.
Menurut FAO (Food Agicultural Organization) pancing tonda masuk dalam klasifikasi “HOOKS AND LINES”. Lalu menurut Statistik Perikanan Indonesia dan Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan, Pancing Tonda masuk dalam klasifikasi alat tangkap jenis “Pancing” (Sudirman dan Malawa, 2004). 
Kail, Pancing, Tonda, Alat tangkap
Konstruksi Alat pancing tonda .
Menurut ( Afnan ,2010 ), pancing Tonda terdiri dari beberapa bagian penting, Yaitu:
1. Tali pancing yang terbuat dari polyamide monofilament no.60 dengan panjang 50 – 100 meter.
2. Mata pancing bisa tunggal atau ganda tetapi ada juga yang menggunakan mata pancing 3 buah yang diikat menjadi satu memakai simpul double sheet band yang berfungsi untuk menjerat ikan.
3. Penngulung tali dari bahan plastik dan kayu waru.
4. Kili – kili (swivel) yang dipakai agar tali tidak terbelit. Parameter pancing Tonda adalah banyaknya mata pancing yang digunakan.


Metode Pengoperasian Alat pancing tonda
Pengoprasian pancing tonda diawali dengan tahap persiapan. Tahap persiapan terbagi atas dua hal, yaitu persiapan di darat seperti pengisian dan pengecekan alat tangkap dan pengecekan alat bantu penangkapan. Sedangkan untuk persiapan di laut, hal yang harus diperhatikan adalah pengaturan tali pancing adalah gulungn tali pada posisi yang telah ditentukan agar tali pancing tidak mudah terbelit.
Pengoperasian pancing tonda dimulai dari pagi hari sampai sore hari antara pukul 15.00-17.00. Proses penangkapan diawali dengan scouting pencarian gerakan ikan sebagai tanda bahwa lokasi tersebut terdapat banyak ikan. Setelah itu pancing tonda mulai melakukan pemasangan alat tangkap (setting) dengan mengulur agar tangkap perlahan-lahan ke perairan dan mengikat ujung tali pada salah satu ujung kanan atau kiri perahu dengan jarak tertentu dan kecepatan perahu dinaikkan sekitar 1-2 knot. Setelah setting selesai dilakukan, kecepatan peahu dinaikkan sampai 4 knot dan perahu dijalankan ke arah kumpulan ikan.  Umpan yag berada di sisi kanan dan kiri perahu akan bergerak-gerak seperti ikan mangsa. Saat ikan memakan umpan, laju perahu dipercepat agar ikan yang memakan umpan tersangkut pada kail. Ikan yang tersangkut tersebut kemudian diangkat dan kecepatan perahu mulai diturunkan untuk melakukan setting kembali pada kail yang telah dimakan ikan. Proses tersebut berlangsung secara terus-menerus sampai hasil tangkapan yang didapat dirasa sudah cukup banyak untuk dibawa kedarat.
Jumlah nelayan yang diperlukan untuk pengoperasian alat tangkap ini tergantung dari besar kecilnya kapal atau perahu yang digunakan. Untuk perahu berukuran kecil biasanya digunakan tenaga nelayan sebanyak 4-6 orang dengan satu orang sebagai nahkoda yang merangkap menjadi fishing master, satu orang menjadi juru mesin, 2-4 orang ABK (Anak Buah Kapal) yang masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing tonda sekaligus (Gunarso, 1989).

Hasil Tangkapan pancing tonda.
Hasil tangkapan utama pancing tarik adalah ikan tongkol (Auxis sp.), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan tenggiri (Scomberomorus spp.), Pari (Dahsyatis sp.), cucut botol (carcharinus sp.), madidihang (Thunnus albacora), tuna mata besar (Thunnus obsesus), tunas sirip biru(Thunnus maccoyii), ikan pedang (Xipias gladias), setuhuk hitam (Makaira indica), setuhuk putih (Makaira masara) (Gunarso, 1989 ).

Sumber : www.alamikan.com

Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.) dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini menteri Kelautan dan  Perikanan mengeluarkan peraturan baru untuk pengelolaan lobster ...